Negeri tanpa harapan

Impian sebelum kemerdekaam dari para founding father kita adalah lahirnya kemerdekaan dan terbebas dari penjajahan baik yang berskifat fisik, mental, ideologi dan spiritual. Sebuah impian yang menggetarkan, memba ngkitkan semangat untuk berjuang dan merebut kemerdekaan baik secara fisik maupun menggunakan jalur diplomasi.Penjajahan adalah titik lemah dari peradaban manusia karena menempatkan manusia tidak dalam posisi sejajar. Padahal dalam al qur'an dikatakan bahwa manusia sejajar di mata tuhan dan yang membedakannya adalah kadar ketakwaannya.
setelah 65 tahun menikmati kemerdekaan bangsa ini masih juga terseok-seok karena indonesia belum mampu mensejahterakan rakyatanya. Hal ini terjadi karena ketidak pastian hukum, korupsi yang sangat anarkis yang merjalela dan pola penyelenggaraan negara yang belum baik -salah urus_.Ketika layar televisi yang kita nikmati tiap hari sangat kontra produktif dengan impian masyarakat adil makmur, krena semuanya di isi dengan masalah yang tak pernah berujung dan tanpa penyelesaian . Para pengamat dan penyelenggara negara sibuk saling tangkis untuk mempertahankan pendapatnya sementara rakyat terus menderita. Dalam kondisi tersebut nyaris kita tidak punya harapan, padahal pemimpin lahir dari rahim rakyat dalam pemilihan langsung yang secara moral lebih harus bertanggungjawab.Sebuah ironi dari kehidupan bernegara.
Ketika kita tak lagi memiliki harapan untuk sebuah kemajuan, sang gayus menghentak harapan kita, bahwa masih ada harapan untuk berbuat baik dan terbaik untuk menjadikan negeri ini tidak terus berada dalam keterpurukan. ketika gayus mengatakan bahwa seandainya aku diberikan kesempatan untuk menjadi staf ahli kejagung, kepolisian dan KPK, maka semua big fish kerupsi akan ku buka.Sebuah misteri korupsi yang sangat terbuka diungkapkan gayus. ternyata ada banyak simpanan angka korupsi yang tak mampu dideteksi oleh aparat penegak hukum. Sebuah sikap kontras ketika disetiap pemilu presiden ajang pemberantasan korupsi menjadi isu menarik untuk dijual ke rakyat. tapi saat berkuasa rakyat tidak boleh mempertanyakan, apalagi menuding bahwa pemerintah tak punya malu untuk menyatakan kebohongan melalui angka-angka statistik yang entah darimana asalnya. Padahal fakta lapangan bahwa kemiskinan telah membuat masyarakat kita menderita terpuruk dan rela menjadi buruh kasar di negeri orang yang entah sampai kapan penderitaannya mereka berakhir. Gelar pahlawan devisa sangat kontras dengan perlakuaan yang mereka terima dari negara. alhasil, bangsa ini telah menjadikan rakyatnya (nyawa)tdak bernilai apa-apa karena kematian mereka dan penderitaan meraka hanya bisa diselesaikan dengan ikut berbelasungkawa. Padahal mereka adalah pekerja keras yang membantu pemirintah mengutangi kemiskinan.

Moratorium kasus,buka babak baru
Kalau kita ingin segera maju, dan tidak menjadikan setiap kasus sebagai alat penekan untuk saling menyandera antar komponen bangsa dan tidak hanya menggunakan logika kaca spion, maka langkah moratorium kasus menjadi solusi bijak . Karena keterpurukan bangsa ini juga disebabkan oleh sistem tatakelola negara dan petanggungjawabannya yang kurang baik. Dimana administrasi menjadi kata kunci yang harus diselesaikan walaupun secara nyata hal tersebut tidak berdampak langsung bagi masyarakat.

Biarlah masa lalu menjadi kenangan pahit, sebagaimana Nelson Mandela pemimpin
Afrika Selatan yang berani melakukan rekonsiliasi dengan pendindasnya dulu untuk menyatakan sikap melakukan rekonsiliasi nasional dan membuka lembaran baru.ini menjadi pilihan penting agar apa yang dikatakan oleh Beni K. Harman ketua komisi bidang hukum DPR RI, bahwa apabila kasus gayus di bongkar akan menyebakan negara kacau, mengindikasikan bahwa multiplier effek dari sebuah kasus akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup berbangsa. Dan semua dimensi harus di tata kembali, agar anak bangsa bisa menikmati hasil melimpah dari kekayaan alam yang dianugerahkan tuhan tidak menjadi kutukan sumberdaya bagi negara tersebut.

Agar kita tidak terus saling menyalahkan antar anak bangas, maka kedepan kita butuhkan pemimpin yang tegas, kuat dan sanggup bekerja keras untuk bangsa ini dan sistem yang disepakati bersama seluruh komponen bangsa dan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Politik sandera diantara komponen bangsa tidak lagi ada, dan penyeru moral seperti tokoh-tokoh agama tidak lagi keluar dari "sangkarnya" untuk menyerukan perbaikan bangsa, karena manusia beradab hanya dengan tanda-tanda bisa menangkap maksud, tidak harus diingatkan dengan pukulan tongkat.

Share

Category: Sosial Budaya